Selamat Jalan B. J. Habibie dan Selamat Jalan Pula untuk KPK!

Oleh: Hasibuddin ( anggota FKMSB Yogjakarta)
lillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah berpulang ke rahmatullah pejuang kita. Sosok yang melindungi hak-hak rakyat. Sosok yang menakutkan bagi musuh-musuh rakyat. Ia mati dalam keadaan 
tragis, diperas, disiksa, lalu dibuang ke tempat sampah oleh para harimau-harimau berbulu domba. Siapa lagi yang mati kalau bukan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Monster-monster ini tidak tahu malu. Mereka mengkhianati rakyat melalui janji-janji sucinya. Mereka akan merevisi UU untuk melindungi dirinya sendiri, takut dipenjara, takut dicemoh. Eh, ternyata mereka banci. Mereka selalu ingin membunuh KPK, karena tidak berhasil maka mereka mencoba untuk melemahkannya melalui pasal di RUU KPK (kpk.go.id, diakses 14 September 2019).

Independensi KPK diberengus. Ia dijadikan lembaga Pemerintah Pusat dan Pegawainya dijadikan ASN, sehingga hal itu sangat berisiko terhadap independensi pegawai yang menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan. Selain itu, KPK Harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan Penuntutan Korupsi yang akan menyebabkan banyaknya prosedur yang akan memperlambat penanganan perkara.

Penyadapan dipersulit dan dibatasi. Selama ini penyadapan seringkali menjadi sasaran yang ingin diperlemah melalui berbagai upaya. Dalam draf RUU KPK penyadapan dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas, sedangkan Dewan Pengawas dipilih oleh DPR. Sehingga DPR akan memperluas kekuasaannya, yang sebelumnya hanya memilih pimpinan, sekarang memilih Dewan Pengawas juga. Kemudian penyadapan hanya diberi waktu 3 bulan. Padahal korupsi yang canggih bisa jadi lebih dari itu.Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi. Pada putusan Mahkamah Konstitusi, KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri. Namun dalam draf RUU KPK, penyelidik hanya berasal dari Polri dan penyidik berasal dari Polri dan PPNS. Padahal proses penyelikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK sudah berjalan efektif.
 Pasal 11 huruf b UU KPK menyebutka “mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat”, sedangkan dalam revisi UU KPK ini tidak dicantumkan. Padahal pemberantasan korupsi dilakukan karena korupsi merugikan dan meresahkan masyarakat dan diperlukan peran masyarakat jika ingin pemberantasan korupsi berhasil. Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas. Pengambilan perkara hanya dilakukan untuk proses Penyelidikan sehingga KPK tidak lagi mengambil alih penuntutan sebagaimana 
pasal 9 UU KPK sekarang, “Pengambilan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, dilakukan oleh 
Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan;) sebagaimana huruf 
a, b, c, d, e, dan f.
Kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan. Upaya tersebut dilakukan dengan cara melarang keluar negeri, meminta 
keterangan perbankan, menghentikan transaksi keuangan yang terkait korupsi, dan meminta bantuan Polri dan Interpol.

KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penyelidikan. 
Selama ini, KPK menetapkan kasus penyidikan melalui proses yang 
sangat hati-hati karena tidak adanya penghentian penyidikan dan penuntutan. Melalui ketentuan tersebut akan menurunkan standar KPK dalam penanganan kasus. Kewenagan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan 
LHKPN dipangkas. Pelaporan LHKPN dilakukan di masing-masing instansi, sehingga hal ini akan mempersulit melihat data kepatuhan 
pelaporan dan kewajaran kekayaan Penyelenggara Negara. Sehingga KPK direduksi hanya melakukan koordinasi dan supervise, padahal KPK telah membangun sistem dan KPK juga 
menemukan sejumlah ketidakpatuhan pelaporan LHKPN di sejumlah instansi.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh DPR di atas bukan untuk memperkuat lembaga KPK, akan tetapi untuk membunuh peran KPK dalam pemberantasan korupsi. Dalam teori politk hukum, lahirnya produk hukum sangat kental diwarnai oleh kepentingan politik yang berkuasa. Sehingga DPR terutama bagi monster-monster ini bukan lagi menjadi wakil rakyat tetapi sudah menjadi musuh rakyat. Kini, bangku-bangku di DPR penuh dengan kenajisan. Isinya adalah 
para pesekongkol-pesekongkol yang akan meruntuhkan negeri ini dengan keotoreteriannya dalam merumuskan hukum, seperti pada 
masa Soeharto dulu yang pada akhirnya bukan kesejahteraanlah yang diraih namun kesengsaraan yang terjadi salah satunya akibat krisis moneter. Tidak mudah untuk mengembalikan situasi menjadi normal kembali pada saat itu. Namun, berentunglah Indonesia mempunyai sosok pahlawan yang bisa mengubah keadaan menjadi 
normal kembali. Beliau adalah presiden ke-3 Republik Indonesia,P  Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie atau biasa dipanggil 
Habibie. Habibie merupakan sang pionir antikorupsi. Beliau memberikan andil besar dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Ditandai dengan lahirnya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan UU No. 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 
Apalagi pada UU No. 31 itu pertama kali ditegaskan perintah untuk membentuk KPK. Pembentukan KPK dalam aturan tersebut 
ditandatangani oleh Habibie saat menjadi presiden dan disahkan pada tanggal 16 Agustus 1999. Barulah pada tahun 2002, presiden 
Megawati Soekarnoputeri merealisasikan perintah UU itu untuk membentuk KPK. Membunuh KPK sama saja dengan membunuh pejuang-pejuang bangsa. Kini, Indonesia membutuhkan sosok-sosok Habibie baru. Sosok yang bisa berkontribusi untuk negeri. Sosok yang bisa mengangkat KPK menjadi lembaga kuat. Tentu siapa lagi yang akan berjuang kalau bukan para generasi millennial. Mari kita kawal lembaga ini agar tidak dinodai oleh para politisi-politisi yang berhati api!P untuk Habibie dan Politisi;
Habibie itu tak pernah mati
Beliau tetap ada dengan segala perjuangan dan karya-karyanya 
yang berarti
Ia rendah hati tak seperti para korupsi yang mencuri uang 
rakyatnya sendiri
Hai politisi!
Jangan korupsi, kami sakit hati

0 Response to "Selamat Jalan B. J. Habibie dan Selamat Jalan Pula untuk KPK!"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel